Skip to main content

BWPT: ABOUT EXPECTATION

Artikel ini saya buat untuk memperjelas satu hal: Secara fundamental, BWPT belum mampu mencetak angka EVA positif. Angka EVA negatif yang dicetak BWPT menunjukkan kalau bisnis BWPT justru menghancurkan nilai perusahaan. Saya harap pembaca yang membaca artikel sebelumnya menyadari hal ini. Perusahaan yang terus menerus tidak menciptakan nilai (creating value), pada akhirnya akan bagkrut. Ini adalah hal yang tidak terelakan. Perusahaan dapat memanipulasi Net Income, masuk ke dalam indeks saham, mendapat penghargaan Corporate Governance, buy-back dan sebagainya, namun investor pada akhirnya akan menilai perusahaan dari kemampuannya menciptakan EVA (nilai a.k.a value).  

Sekarang ini sebelum saya dinilai miring karena memilih BWPT, ada pepatah benar yang perlu Anda ketahui: A good company may not be a good investment. Dan hal sebaliknya juga betul: A bad company may be a good investment. Mengapa? Jawabannya karena ekspektasi. Inilah alasan mengapa penting untuk memilih saham perusahaan yang ‘murah.’ Jika Anda mengerti perusahaan, tapi tidak mengerti ekspektasi pasar, ini seperti halnya mengerti diri sendiri tapi tidak mengerti lawan. Dalam peperangan, meremehkan kemampuan musuh karena terlalu percaya terhadap kemampuan diri selalu berakibat fatal. Begitu juga dengan investasi. Inilah mengapa penting untuk membeli saham ‘murah.’ Saham ‘murah’ memiliki ekspektasi yang rendah. Inilah mengapa investor menggunakan rasio Price/Earning dan Price/Book Value. Namun rasio-rasio tersebut, selagi mudah dihitung, tidak menjelaskan darimana sumber ekspektasi berasal. Di sinilah EVA bersinar. Jika Anda memusatkan fokus terhadap EVA, maka pusat perhatian Anda berada di sumber value creation. Tiba-tiba kabut gelap ekspektasi yang diciptakan angka akuntan sirna. Perspektif Anda kemudian menjadi jelas dan langsung tertuju ke sumber mata air. Lebih bagus, fokus Anda hanya perlu di satu angka: EVA. Setelah Anda mendapatkan EVA, Anda dapat dengan aman melepas angka-angka finansial lainnya yang memenuhi isi kepala Anda, namun hanya menambah kabut gelap.
 
Ketika saya menilai ekspektasi macam apa yang ada nilai saham suatu perusahaan, saya bertanya dua hal: Pertama, bagaimana performa EVA yang sudah dicetak perusahaan, dan Kedua, bagaiman performa EVA yang perlu dicetak perusahaan di yang akan datang untuk membenarkan nilai saham saat ini. Seperti yang Anda lihat, nilai saham saat ini berkaitan dengan performa perusahaan saat ini, tidak hanya dari yang akan datang. Secara teknisnya, nilai perusahaan senilai dengan nilai net-asset (invested capital) saat ini dan economic profit yang bisa dihasilkan di yang akan datang (MVA) (1), dimana MVA bisa dipecah menjadi kapitalisasi EVA saat ini dan ekspektasi pertumbuhan EVA (2), sehingga:

Market Value (EV) = Invested Capital + MVA  (1)

MVA = Capitalized Current EVA (CVA) + Capitalized Future EVA growth (FVA)  (2)
    
Kita ambil contoh di BWPT di Figure 1. Pada tahun 2016, BWPT dinilai pasar (EV) sebesar IDR 17,2 T. Net asset BWPT di awal 2016 sebesar IDR 15T. Dengan demikian, investor di tahun 2016 mengharapkan bisnis sawit BWPT dapat menghasilkan kumulatif EVA sebesar IDR 2,2 T. Namun, BWPT malah mencetak EVA negatif sebesar IDR (1,5 T). Jika tidak ada perubahan, maka nilai EVA kumulatif BWPT (a.k.a CVA) sebesar IDR (13 T) dengan tingkat kapitalisasi 11,5%. Betul, negatif. Jadi seharusnya apabila investor tidak mengharapkan adanya perkembangan EVA yang lebih baik, maka seharusnya nilai BWPT di pasar (EV) hanya sebesar IDR 2 T. Jauh lebih kecil dari nilai pasar saat itu yang sebesar IDR 17,2 T. Artinya, investor saat itu menaruh ekspektasi kalau BWPT dapat memperbaiki EVA kumulatif hingga mencapai IDR 15 T (FVA). Malahan, kalau tidak ada ekspektasi akan pertumbuhan EVA di masa depan, maka dengan klaim debtholder lebih dari IDR 9 T, tidak ada jatah tersisa untuk pemegang saham (a.k.a nilai sahamnya IDR 0,00).

Figure 1
 

Kita lihat dari gambar di atas bahwa nilai saham BWPT sejauh ini selalu ditopang dengan ekspektasi yang besar, berkisar antara IDR 10-15 T selama 3 tahun terakhir. Bahkan harga saham kuat BWPT sebesar IDR 1.500/share di tahun 2013-2014 ditopang bukan dengan ekspektasi bahwa BWPT dapat mempertahankan EVA di saat itu, yang bahkan negatif! Lalu performa real seperti apa yang mendorong ekspektasi seperti itu? Lebih tepatnya, bagaimana BWPT bisa meraih EVA negatif seperti demikian, namun tetap dapat meraih kepercayaan investor? Kesampingkan pilihan tanya bandar sebagai pilihan akhir. Lihat fundamentalnya terlebih dahulu. Ada tiga faktor yang membentuk EVA (dan value): growth, ROIC, dan cost of capital yang dapat dilihat di Figure 2. Jika dilihat dari konstituen EVA, perkembangan tahun lalu bisa memberi ruang bernapas kepada investor BWPT. Masa emas 2013-2014 BWPT ditunjang dengan ROIC 1,9-2,2% dan pertumbuhan sales di atas 20%. Tahun lalu BWPT dapat kembali ke level tersebut untuk pertama kalinya sejak akuisisi besar di tahun 2014.
 
Figure 2
 

Tidak kalah penting, di tahun ini kita dapat mengharakan perkembangan lebih lanjut berhubung dengan kondisi umur pohon sawit yang ranum seperti yang saya jelaskan di artikel sebelumnya. Saya sendiri mengharapkan dengan adanya perkembangan perkebunan BWPT saat ini, ROIC di tahun ini meningkat lagi. Efeknya terhadap EVA akan lebih besar dibandingkan pertumbuhan sales.

BWPT adalah contoh saham risky karena belum mampu membuktikan dirinya mampu mencetak EVA positif, terutama karena hanya mampu menghasilkan return (ROIC) yang rendah. Ketika tahun 2013, hanya 50% lahannya siap dipanen. Saya berpikir, mungkin ROIC BWPT saat ini bisa mendekati cost of capitalnya, mungkin di sekitar 7-9% seandainya akuisisi tahun 2014 tidak terjadi. Well, setidaknya manajemen mampu menghidupkan kembali perusahaan seperti tahun-tahun tersebut. Namun dengan lebih dari 90% pohon yang sudah ranum, perlu ada upaya lain untuk mendorong ROIC (consequently, EVA) mendekati cost of capital yang sekitar 11%. Mungkin divestasi lahan?


Rio Adrianus     
 

Comments

Popular posts from this blog

Technical Analysis (Wyckoff & Elliott Wave) On BWPT & AALI

BWPT You will likely find these contracting trendline to be very important. Elliott Wave practitioners know the significance of this chart by looking at the possible wedge formation. AALI The expected test of supply came in bar 2 after we saw supply entered in bar 1. Bar 3 suggests that the test was successful. I expect to see an increased in volume when the market exceeds the top of bar 1 to confirm that the buying from May 25 is genuine. Unsurprisingly, analysis in BWPT also suggests an important play is coming shortly.

Apa Itu EVA (Economic Value Added) / Economic Profit

Secara gamblang, kita tahu kalau tujuan utama perusahaan adalah membuat profit. Tapi apa itu profit? Pertanyaan tadi mungkin mengherankan Anda. Bukankah profit adalah sesuatu yang jelas? Kenyataan seringkali lebih rumit dari yang kita bayangkan. Profit perusahaan yang sering Anda dengar dan baca, dan yang ada di laporan keuangan perusahaan, disebut Net Income, atau Accounting profit. Anda mungkin terkejut kalau bahkan top management tidak mempercayai Net Income sebagai profit. Ada yang lebih setuju mendefinisikan profit sebagai EBIT (Earning before interest and taxes), EBITDA (EBIT before depreciation), atau free cash flow, dan itu juga paling maksimal hanya dipercaya sebagai aturan jempol saja. Saya serius. Dunia bisnis mempunyai banyak jargon, tapi sulit sekali mencari konsensus definisi profit. Padahal membuat profit adalah goal esensial dari bisnis. Accounting, selagi esensial, juga menjadi sumber utama kesalahpahaman dan bad logic.  Di artikel introduksi ini, saya akan memb

Illusions of Acquisition Value

Continued fromPart 1: How to Calculate Acquisition Value Saya kurang tahu mengenai PGAS, dan bukan maksud saya di tulisan ini untuk menilai apakah value addition sekitar Rp 9 T dari manajemen masuk akal atau tidak. Tapi saya ingin memberi sedikit perspektif mengenai konsep franchise value. Franchise value tercipta karena Pertagas ada di tangan manajemen yang lebih baik. Tangan yang lebih baik. Banyak analis yang memberi outlook optimis dari akuisisi dengan alasan kalau akuisisi membuat sales buyer menjadi lebih besar karena pipeline PGAS menjadi lebih panjang dengan ditambahnya pipeline milik Pertagas. Tapi pipeline Pertagas sudah masuk ke dalam harga beli Rp 16,6 T yang dibayar oleh investor PGAS. Jadi bagaimana bisa hanya mengoperasikan pipeline milik Pertagas, yang mana PGAS bayar dengan premium, bisa memperkaya investor PGAS? Beda ceritanya kalau ceritanya pipeline tersebut tidak perlu dioperasikan oleh karyawan Pertagas lagi, cukup oleh karyawan PGAS tanpa penambahan jumlah