Skip to main content

How to Calculate Acquisition Value

Setelah CapEx, akuisisi adalah tipe investasi berikutnya yang menjadi anak emas media masa. Tapi seperti halnya investasi saham kita, tidak semua investasi berhasil. Tapi bagaimana mengetahui apakah suatu investasi dalam bentuk akuisisi bagus untuk shareholder? Saya tidak pintar membaca alasan yang diberikan manajemen untuk akuisisi. Mereka pintar memberikan alasan yang masuk akal dengan menyelipkan keyword sinergi dan semacamnya. 
Tapi kita bisa melakukan lebih dari sekedar membaca kutipan manajemen. Kita bisa menghitung nilai dari suatu akuisisi walaupun secara kasar. Dengan demikian, kita bisa tahu seberapa besar premium yang di-charge oleh seller dan menjadi basis apakah nilai sinergi yang diklaim oleh manajemen perusahaan buyer bisa meng-cover premium tersebut dan apakah itu mungkin. Dengan mengetahui jawaban di atas, kita berada di posisi lebih baik untuk mempertimbangkan apakah suatu akuisisi menguntungkan atau merugikan shareholder buyer.
Saya tidak membaca Warren Buffet, tapi baru-baru ini saya mendapat quote yang sangat bagus dan relevan dari Buffet: “Price is what you pay, Value is what you get.” Di dalam akuisisi dan dengan semangat era komodifikasi, suatu akuisisi baru mempunyai nilai bagi shareholder buyer ketika berapa yang didapat lebih besar dari berapa yang dibayar.
Apa yang dibayar? Nilai perusahaan yang dibeli sebagai stand-alone company dan premium yang di-charge oleh seller untuk rela melepaskan kontrol perusahaan ke tangan buyer.
Apa yang didapat? Nilai perusahaan yang dibeli sebagai stand-alone company dan nilai lebih yang bisa diciptakan karena perusahaan tersebut berada di tangan buyer yang lebih mampu memanfaatkan keberadaan perusahaan seller (yang saya sebut sebagai franchise value). Gambar di bawah akan membantu.
Saya membuat asumsi standard kalau stand-alone worth sama nilainya di perspektif buyer dan seller. Dengan kata lain, dalam gambar di atas, buyer dan seller sepakat akan nilai stand-alone-worth perusahaan seller. Dalam kenyataannya, bisa jadi tidak, tapi asumsi di atas sangat reasonable, apalagi kalau perusahaan publik. Jadi, penentu utama apakah suatu akuisisi memberi keuntungan bagi shareholder buyer adalah apakah franchise value lebih besar dari premium.
Itu teorinya. Saya harap masuk akal dan mudah dimengerti. Tidak ada magic disini, hanya angka yang berbicara. Mari bicara tentang akuisisi Pertagas oleh $PGAS.  
Untuk bisa melihat premium yang di-charge oleh Pertagas, kita harus mengestimasi nilai wajar Pertagas. Data publik terakhir Pertagas di tahun 2016. Setelah dihitung, NOPAT (Net Operating Profit After Tax) Pertagas senilai Rp 2,4 M. Ini adalah angka free cash flow tanpa investasi untuk ekspansi. Kira-kira dari angka tersebut, kita bisa mengestimasi kalau nilai Pertagas sekitar Rp 22 T (dengan asumsi required return – WACC - 11%). PGAS membeli setengahnya (51%), jadi nilai yang dibeli sekitar Rp 11 T. Kita tahu dari berita kalau PGAS membeli 51% Pertagas sebesar Rp 16,6 T. Jadi kita tahu kalau premium akuisisi Pertagas sebesar Rp 5,6 T (16,6 – 11). 
Dengan kata lain, Pertagas menaikan harganya sebesar 34% (dari Rp 11 T ke Rp 16,6 T) untuk melepas separuh kepemilikannya kepada PGAS. 30% control-premium cukup standard, jadi sepertinya Pertagas tidak meng-overcharge. Dari berita pula, manajemen PGAS berpendapat bisa menciptakan nilai integrasi dengan Pertagas kira-kira setelah dihitung sebesar Rp 9 T melalui cost-cutting. Berarti Pertagas mempunyai nilai lebih Rp 9 T di mata PGAS, dan untuk mendapatkannya PGAS membayar premium Rp 5,6 T. Not a bad deal. PGAS untung Rp 3,4 T dari akuisisi ini (9 – 5,6).   
Tapi kelihatannya deal ini adalah ‘a big if’. Dilihat dari pergerakan harga PGAS yang cenderung turun setelah detail akuisisi mulai tersebar, kelihatannya investor meragukan kalau manajemen PGAS bisa mendatangkan franchise value sebesar Rp 9 T. Jangankan Rp 9 T, investor kelihatannya ragu premium Rp 5,6 T bisa di-cover. Sekarang kita berada di posisi yang lebih baik untuk menilai akuisisi ini. Pertanyaan berikutnya mengenai seberapa reasonable franchise value Rp 9T bisa dimulai karena kita tahu kalau asumsi manajemen realistis, kemungkinan besar PGAS tidak overpay Pertagas. Kalau dari awal kalkulasi di atas menunjukkan overpay, saya tidak perlu repot lagi menilai apakah value addition reasonable atau tidak. Overpay pasti merusak kekayaan shareholder, apapun alasannya. 


Comments

Popular posts from this blog

Technical Analysis (Wyckoff & Elliott Wave) On BWPT & AALI

BWPT You will likely find these contracting trendline to be very important. Elliott Wave practitioners know the significance of this chart by looking at the possible wedge formation. AALI The expected test of supply came in bar 2 after we saw supply entered in bar 1. Bar 3 suggests that the test was successful. I expect to see an increased in volume when the market exceeds the top of bar 1 to confirm that the buying from May 25 is genuine. Unsurprisingly, analysis in BWPT also suggests an important play is coming shortly.

Apa Itu EVA (Economic Value Added) / Economic Profit

Secara gamblang, kita tahu kalau tujuan utama perusahaan adalah membuat profit. Tapi apa itu profit? Pertanyaan tadi mungkin mengherankan Anda. Bukankah profit adalah sesuatu yang jelas? Kenyataan seringkali lebih rumit dari yang kita bayangkan. Profit perusahaan yang sering Anda dengar dan baca, dan yang ada di laporan keuangan perusahaan, disebut Net Income, atau Accounting profit. Anda mungkin terkejut kalau bahkan top management tidak mempercayai Net Income sebagai profit. Ada yang lebih setuju mendefinisikan profit sebagai EBIT (Earning before interest and taxes), EBITDA (EBIT before depreciation), atau free cash flow, dan itu juga paling maksimal hanya dipercaya sebagai aturan jempol saja. Saya serius. Dunia bisnis mempunyai banyak jargon, tapi sulit sekali mencari konsensus definisi profit. Padahal membuat profit adalah goal esensial dari bisnis. Accounting, selagi esensial, juga menjadi sumber utama kesalahpahaman dan bad logic.  Di artikel introduksi ini, saya akan memb

Illusions of Acquisition Value

Continued fromPart 1: How to Calculate Acquisition Value Saya kurang tahu mengenai PGAS, dan bukan maksud saya di tulisan ini untuk menilai apakah value addition sekitar Rp 9 T dari manajemen masuk akal atau tidak. Tapi saya ingin memberi sedikit perspektif mengenai konsep franchise value. Franchise value tercipta karena Pertagas ada di tangan manajemen yang lebih baik. Tangan yang lebih baik. Banyak analis yang memberi outlook optimis dari akuisisi dengan alasan kalau akuisisi membuat sales buyer menjadi lebih besar karena pipeline PGAS menjadi lebih panjang dengan ditambahnya pipeline milik Pertagas. Tapi pipeline Pertagas sudah masuk ke dalam harga beli Rp 16,6 T yang dibayar oleh investor PGAS. Jadi bagaimana bisa hanya mengoperasikan pipeline milik Pertagas, yang mana PGAS bayar dengan premium, bisa memperkaya investor PGAS? Beda ceritanya kalau ceritanya pipeline tersebut tidak perlu dioperasikan oleh karyawan Pertagas lagi, cukup oleh karyawan PGAS tanpa penambahan jumlah