Secara gamblang, kita tahu kalau tujuan utama perusahaan adalah membuat profit. Tapi apa itu profit? Pertanyaan tadi mungkin mengherankan Anda. Bukankah profit adalah sesuatu yang jelas? Kenyataan seringkali lebih rumit dari yang kita bayangkan. Profit perusahaan yang sering Anda dengar dan baca, dan yang ada di laporan keuangan perusahaan, disebut Net Income, atau Accounting profit. Anda mungkin terkejut kalau bahkan top management tidak mempercayai Net Income sebagai profit. Ada yang lebih setuju mendefinisikan profit sebagai EBIT (Earning before interest and taxes), EBITDA (EBIT before depreciation), atau free cash flow, dan itu juga paling maksimal hanya dipercaya sebagai aturan jempol saja. Saya serius. Dunia bisnis mempunyai banyak jargon, tapi sulit sekali mencari konsensus definisi profit. Padahal membuat profit adalah goal esensial dari bisnis. Accounting, selagi esensial, juga menjadi sumber utama kesalahpahaman dan bad logic.
Di artikel
introduksi ini, saya akan membawa Anda ke konsep apa yang secara konsisten
secara teori (dan praktik tentunya) bisa disebut sebagai profit. Profit ini disebut dengan Economic Profit atau Economic Value
Added. Saya akan mengesampingkan accounting dahulu, karena konsep EVA akan jauh
lebih intuitif tanpa jargon dan komplikasi accounting. Sebelumnya, saya ragu
untuk memperkenalkan EVA sebelum topic accounting di-cover. Tapi suatu kejadian
mengubah pemikiran saya.
Kejadian itu
datang ketika saya jalan-jalan ke Jepang. Di Tokyo, mudah sekali menemukan
tas-tas seharga di atas 60 juta. Saya jadi kepikiran, seberapa menguntungkan
sih menjual tas LV? Kebanyakan orang tanpa mengedipkan mata akan langsung
menjawab sangat menguntungkan. Alasannya karena marginnya pasti sangat tinggi.
Tapi ilmu ekonomi mengajarkan saya hal penting yang disebut cost of opportunity
yang sangat penting karena semua bisnis perlu modal yang jumlahnya terbatas. Di dalam ilmu ekonomi, bisnis Anda baru
bisa dikatakan menguntungkan kalau profit Anda lebih besar daripada apa yang
bisa dihasilkan dari pilihan alternatif Anda. Mari kita balik ke contoh
tas. Berikut ini adalah data menarik yang saya temukan di internet terkait
biaya untuk membuat tas ber-merk.
Dari data di
atas, kita tahu kalau untuk membuat satu tas perlu modal USD 80, dan bisa
dijual dengan harga USD 970 kalau ber-merk, padahal harga di black market
adalah USD 200. Apa yang kurang dari data ini adalah modal untuk membuat pabrik
sepatu. Jadi mari kita mengubah sedikit skenarionya. Di dalam skenario ini,
Anda menjual tas ber-merk dari pedagang black market. Jadi, Anda membeli dari
si pedagang 1 tas seharga USD 200, kemudian Anda jual lagi seharga USD 970.
Cukup realistis angkanya. Rupanya banyak orang Indonesia yang membeli sepatu
Nike di Jepang, kemudian menjual lagi di kampung halaman sebesar 5 kali
lipatnya. Pertanyaan saya, apakah bisnis itu profitable?
Kalau Anda
langsung menjawab profitable karena Anda menjual dengan selisih USD 770, maka
Anda terkena jebakan. Cerita ini belum selesai. Kebanyakan pedagang tidak
membeli hanya 1 saja. Bayangkan Anda membeli 50 tas ini untuk dijual dalam
setahun agar lebih realistis. Berarti Anda perlu modal USD 10.000 (50 x USD
200) untuk bisnis ini, dan untuk lebih realistis, perlu dimasukan ongkos
pulang-pergi ke Jepang, katakan USD 1.400, jadi total modal Anda adalah USD
11.400 (katakan saja Anda berhasil menghindari bea cukai). Untuk mempermudah
penjelasan, katakan saja Anda menjualnya melalui tokopedia atau kaskus dan
ongkos kirim ditanggung oleh kustomer, jadi tidak ada biaya tambahan untuk
marketing, tempat jualan, dan bahkan, dalam contoh ini, pajak. Jadi total modal
atau jumlah investasi Anda sebesar USD 11.400.
Dalam setahun,
Anda berhasil menjual 30% tas ini, atau 15 tas. Sekarang kita baru mempunyai
informasi yang cukup untuk menjawab pertanyaan, apakah profitable? 15 tas
berhasil dijual dengan harga @ USD 970 dengan ongkos @ USD 200. Congratz, accounting
profit Anda USD 11.550 dalam setahun (15 x (970 – 200)). Itu adalah angka yang
nanti dicatat oleh akuntan sebagai net income. Profitable? Ingat, setahun
sebelumnya, Anda sudah mengeluarkan USD 11.400. Uang ini bisa dimasukan ke
dalam kesempatan lainnya seperti gabungan deposito yang bisa memberikan
expected return 10% setahun, yang mana berarti Anda mempunyai kesempatan untuk
mendapat USD 1.140 dalam setahun (10% x USD 11.400). Tapi demi melakukan bisnis
jual beli tas dari Jepang ini, Anda harus merelakan USD 1.140 nyangkut. Dengan
kata lain, ketika Anda berbisnis jual beli tas Jepang, Anda mempunyai opsi lain
yang bisa memberikan 10% dalam setahun. Opsi lain ini adalah cost of
opportunity Anda. Semua bisnis memiliki
cost of opportunity.
Kalau Anda tidak
berbisnis tas, maka Anda tidak akan kehilangan USD 1.140. Dalam kasus ini,
sebagai gantinya, Anda mendapatkan USD 11.550. A very good deal. Sekarang kita
mendapat jawaban konkret apakah bisnis tas ini profitable untuk Anda. Lebih
spesifik, apakah dengan berbisnis ini, Anda lebih kaya? Pertanyaan apakah suatu pihak diuntungkan selalu melibatkan
pertimbangan trade-off. Kalau benefit yang didapat lebih besar daripada
opportunity cost, maka Anda bisa dikatakan lebih kaya. Sekarang, pertanyaan
tadi bisa dijawab dengan angka: Bisnis sepatu ini membuat Anda lebih kaya USD
10.410 (11.550 – 1.140) di tahun itu. Matematika sederhana. Economic profit
adalah apa yang tersisa setelah dikurangi dengan opportunity cost (yang mana
adalah biaya nyata untuk investor). Ini adalah Economic Profit Anda yang
didapat dengan mengurangi pendapatan dengan biaya, termasuk, dan ini penting,
cost of opportunity dari modal yang diinvestasikan atau dengan formula:
EVA (Economic Profit) = Sales – Operating Expense
– Capital Charge
Cost of opportunity
dari modal yang diinvestasikan disebut juga sebagai capital charge. Keberadaan
capital charge ini yang menjadi pembeda utama (masih ada beberapa yang lainnya)
Economic Profit dengan Accounting Profit atau Net Income.
Sekarang Anda
mendapat gambaran bagus mengenai apa itu EVA. EVA memasukan Capital charge ke
dalam perhitungan profit biasa. Kalau Anda tidak memasukan cost of opportunity
ke dalam perhitungan biaya Anda sebagai biaya yang nyata, maka Anda tidak
mengerti kalau kesempatan yang hilang adalah biaya. Tanpa adanya cost of opportunity, tidak ada alasan bagus mengapa
pemberi modal (termasuk si owner sendiri) perlu diberikan return yang
kompetitif oleh pihak yang mengelola modalnya. Di dalam kasus ini, bisnis
jual-beli tas memberi return 138%. Ini didapat dengan membagi apa yang didapat
dengan modal yang diinvestasikan. Dalam hal ini, 11.500/11.400 = 101%. Return
ini disebut sebagai Return On Invested Capital (ROIC), dan bagusnya, Return ini
bisa dibandingkan dengan Cost of Capital 10%. Dalam kasus ini, bisnis jual beli
tas memberikan ekses return sebesar 91% (101% - 10%). Return bisnis jauh
melebihi Cost of Capital. Inilah mengapa EVA positif dan sangat besar.
Jadi lain kali
Anda memikirkan apakah suatu bisnis profitable, jangan lupakan trade-off yang
dihitung melalui cost of opportunity. Kalau tujuan berbisnis Anda adalah
membuat profit, maka tidak masuk akal mempertahankan suatu bisnis yang
menghasilkan USD 300, tapi ternyata Anda bisa dengan mudah menginvestasikan
modal Anda di tempat lain yang bisa menghasilkan USD 1.000. Tentu saja, ketika
itu terjadi, EVA menjadi negatif. Menghasilkan EVA positif berarti menghasilkan
keuntungan yang melebihi opportunity cost si pemberi modal. Menghasilkan EVA
positif berarti meningkatkan kekayaan pemberi modal secara nyata.
Mengapa EVA tidak
diketahui oleh kebanyakan orang-orang yang saya kenal baik investor, eksekutif,
investor relation, profesional di pasar modal, dan lulusan sekolah bisnis, saya
tidak tahu. Tapi ini adalah suatu tragedi. Tanpa adanya EVA sebagai angka
acuan, dunia valuasi dan analisa performa perusahaan hanya akan terus dipenuhi
dengan banyaknya rasio dan angka-angka lainnya yang tidak jelas kaitannya
dengan nilai perusahaan dan kepercayaan-kepercayaan yang menjerumuskan
penganutnya, baik investor maupun management.
Comments
Post a Comment