Skip to main content

GMFI Q3: Finding Solution Through Joint Operations


Perjanjian kerja sama antara Garuda Airlines dengan Sriwijaya & NAM Air memicu kenaikan saham GMFI dan GIAA. Fokus dari media dan analyst berada di perluasan market share, selagi dalam pernyataannya di Bisnis Indonesia, seorang pejabat dalam Kementerian BUMN mengatakan kalau kerja sama ini ditujukan agar Sriwijaya membayar piutangnya. GMFI menghadapi masalah besar, tapi bukan di pangsa pasar.
Berbeda dengan perluasan market share yang efeknya langsung dapat dilihat di angka paling populer di kalangan investor, percepatan pembayaran piutang adalah perbaikan yang tidak kelihatan. Investor yang mengira kalau dampak piutang dapat dilihat di Income Statement punya pandangan yang keliru. Satu-satunya cara piutang bisa masuk ke dalam Income Statement kalau piutang itu dinyatakan tidak bisa dibayar. Coba bayangkan kalau Anda jualan tapi pelanggan Anda kebanyakan bayar belakangan. Tentu Anda akan merasa kehilangan, baik itu dijamin dibayar atau tidak.
Di dalam publikasi sebelumnya, YMS readers tahu kalau inti permasalahan GMFI ada di piutang. Kebanyakan piutang ini berasal dari induk, tapi ternyata Sriwijaya juga cukup besar. Di Q3 2018, porsi piutang Sriwijaya sebesar 7% dari total piutang jangka pendek dan sejenisnya. Mudah dibayangkan kalau tujuan utama kerja sama Garuda dengan Sriwijaya ini agar pihak Garuda bisa mengawasi pembayaran piutang Sriwijaya. Pangsa pasar Sriwijaya hanya 2% saja, sedangkan Garuda 39%. Garuda bisa menawarkan pangsa pasar ke Sriwijaya. Sebagai gantinya, Garuda mendapat posisi yang menempatkannya untuk mengawasi pembayaran Sriwijaya ke Garuda. Kalau Sriwijaya melunaskan piutangnya ke GMFI, rata-rata lamanya koleksi piutang menjadi lebih cepat, dari saat ini 244 hari, menjadi 227 hari.
Peningkatan di Balance Sheet tentu saja berujung ke peningkatan EVA. Pelunasan piutang Sriwijaya bisa mengangkat EVA sebesar USD 3 juta. Dalam 12 bulan terakhir semenjak Q3, baru kali ini GMFI mencatat EVA negatif menjadi minus USD 9 juta! Inilah alasan kuat mengapa tidak lama setelah laporan Q3 keluar, saham GMFI anjlok kembali. Membuat EVA menjadi lebih tidak negatif tetap merupakan peningkatan. Minus USD 9 juta menjadi minus USD juta. 
GMFI memang masih jauh dari tahun primanya di 2016, dimana EVA saat itu positif USD 40 juta, yang mana meraih penilaian NPV (MVA) di mata investor sebesar USD 726 M. Sekarang di Q3 2018, NPV GMFI ke depan hanya bernilai USD 195 juta. Itu pun juga artinya investor masih mengharapkan GMFI bisa memulihkan EVA ke depan...yang saat ini minus. NPV (MVA) lagipula, adalah jumlah EVA total yang dinilai investor.

Permasalahan utama GMFI berasal dari induknya yang adalah customer terbesar. Di sepanjang tahun ini GMFI sudah mengambil tindakan nyata untuk mengatasi masalah ini: Cari customer lain yang bisa bayar. Sudah terlihat hasilnya di Q3. Pendapatan dari Garuda di Q3 2018 hanya memiliki porsi 45%. Ini penurunan porsi yang signifikan dari Q3 tahun lalu di 56%. Ini berita besar. Namun demikian, EVA GMFI semakin lama semakin memburuk. Baru kali ini di Q3 2018, GMFI tidak bisa menghasilkan EVA positif. Hal ini menunjukan dengan jelas betapa buruknya situasi Garuda sebagai customer besarnya. Walaupun GMFI sudah mengurangi muatan dari Garuda, tapi muatan itu semakin busuk.
Tentu saja mudah-mudahan Garuda semakin membaik seiring dengan penguatan rupiah kembali...dan membayar piutangnya ke GMFI. Selagi hal itu tetap menjadi bayang-bayang GMFI, kerja sama dengan Sriwijaya adalah perkembangan positif.


  

Comments

Popular posts from this blog

Technical Analysis (Wyckoff & Elliott Wave) On BWPT & AALI

BWPT You will likely find these contracting trendline to be very important. Elliott Wave practitioners know the significance of this chart by looking at the possible wedge formation. AALI The expected test of supply came in bar 2 after we saw supply entered in bar 1. Bar 3 suggests that the test was successful. I expect to see an increased in volume when the market exceeds the top of bar 1 to confirm that the buying from May 25 is genuine. Unsurprisingly, analysis in BWPT also suggests an important play is coming shortly.

Apa Itu EVA (Economic Value Added) / Economic Profit

Secara gamblang, kita tahu kalau tujuan utama perusahaan adalah membuat profit. Tapi apa itu profit? Pertanyaan tadi mungkin mengherankan Anda. Bukankah profit adalah sesuatu yang jelas? Kenyataan seringkali lebih rumit dari yang kita bayangkan. Profit perusahaan yang sering Anda dengar dan baca, dan yang ada di laporan keuangan perusahaan, disebut Net Income, atau Accounting profit. Anda mungkin terkejut kalau bahkan top management tidak mempercayai Net Income sebagai profit. Ada yang lebih setuju mendefinisikan profit sebagai EBIT (Earning before interest and taxes), EBITDA (EBIT before depreciation), atau free cash flow, dan itu juga paling maksimal hanya dipercaya sebagai aturan jempol saja. Saya serius. Dunia bisnis mempunyai banyak jargon, tapi sulit sekali mencari konsensus definisi profit. Padahal membuat profit adalah goal esensial dari bisnis. Accounting, selagi esensial, juga menjadi sumber utama kesalahpahaman dan bad logic.  Di artikel introduksi ini, saya akan memb

Illusions of Acquisition Value

Continued fromPart 1: How to Calculate Acquisition Value Saya kurang tahu mengenai PGAS, dan bukan maksud saya di tulisan ini untuk menilai apakah value addition sekitar Rp 9 T dari manajemen masuk akal atau tidak. Tapi saya ingin memberi sedikit perspektif mengenai konsep franchise value. Franchise value tercipta karena Pertagas ada di tangan manajemen yang lebih baik. Tangan yang lebih baik. Banyak analis yang memberi outlook optimis dari akuisisi dengan alasan kalau akuisisi membuat sales buyer menjadi lebih besar karena pipeline PGAS menjadi lebih panjang dengan ditambahnya pipeline milik Pertagas. Tapi pipeline Pertagas sudah masuk ke dalam harga beli Rp 16,6 T yang dibayar oleh investor PGAS. Jadi bagaimana bisa hanya mengoperasikan pipeline milik Pertagas, yang mana PGAS bayar dengan premium, bisa memperkaya investor PGAS? Beda ceritanya kalau ceritanya pipeline tersebut tidak perlu dioperasikan oleh karyawan Pertagas lagi, cukup oleh karyawan PGAS tanpa penambahan jumlah