Skip to main content

3 QUESTIONS THAT MATTER

Tidak bisa dipungkiri kalau lebih banyak orang lebih condong ingin menerima analisa fundamental daripada analisa teknikal. Saya sendiri termasuk ke dalam salah satunya, terutama ketika saya melihat potensi yang sangat besar di suatu saham. Lebih penting lagi, sekarang saya yakin kalau EVA (fundamental) dan Elliott Wave (teknikal) bisa disatukan sehingga memberi perspektif paling memuaskan bagaimana market sesungguhnya bekerja dalam jangka panjang. Topik gagasan perpaduan Elliott Wave dan EVA akan saya bahas di lain kesempatan.
Balik ke topik fundamental. Ada satu pertanyaan yang terus terngiang di dalam kepala saya ketika saya melakukan dan membaca analisa fundamental: “So what?” Pertanyaan ini pertama kali dikeluarkan oleh dosen kuliah saya ketika saya mempresentasikan analisa fundamental suatu perusahaan dan dikeluarkan kedua kalinya oleh atasan saya ketika saya membuat analisa mendetail mengenai efek proyek turnkey yang diambil WSBP. Perasaan saya bercampur aduk menulis artikel ini. Pertanyaan So What sangat mendorong saya untuk mencari, menggali lebih dalam dunia valuasi yang akhirnya mengantar saya ke EVA. Untuk itu, saya bersyukur. Di lain sisi, pertanyaan ini kelihatan begitu sederhana dan begitu jelas, tapi begitu sulit dijawab. No kidding. Hanya analyst yang tebal muka saja yang bisa memberi jawaban dengan raut muka tanpa keraguan. Saya bisa berkata hal ini dengan keyakinan tinggi: Metode valuasi populer yang dipegang oleh mayoritas analyst (Indonesia setidaknya), tidak mampu mengaitkan strategi yang ditempuh perusahaan dengan nilai perusahaan di market, dan sebagai konsekuensinya, tidak akan mampu menjawab pertanyaan So What. Yang penting dapat cerita, angka perkara belakangan.
Cukup menyedihkan melihat ‘riset’ dimana angka-angkanya bahkan sesungguhnya tidak dihiraukan oleh analyst yang membuatnya. Inilah mengapa dunia Corporate dan dunia Pasar Modal seperti anggota badan dari tubuh yang berbeda. Wall Street tidak mengerti Main Street, dan Main Street tidak mengerti Wall Street. Seberapa sering Anda mendengar seorang analyst berkata “Earning perusahaan X melebihi ekspektasi kami” untuk menjelaskan mengapa suatu saham naik atau akan naik? That is complete nonsense. Di dalam waktu kejujuran mereka, Anda bisa yakin kalau merekapun tidak percaya itu. Setidaknya saya pernah melakukannya karena membuat pekerjaan menjadi jauh lebih mudah dan hey...mudah masuk berita dan dicerna masyarakat.
Sebelumnya, mungkin ada pembaca YMS yang bingung dengan kata valuasi. Bukankah kita bicara tentang fundamental? Inilah penjelasannya: Valuasi berbicara tentang nilai perusahaan, selagi fundamental bisa memiliki banyak arti selama terkait dengan perusahaan yang bersangkutan. Jadi analisa fundamental yang tanpa bisa mengaitkannya dengan valuasi (nilai perusahaan) akan mendapat pertanyaan So What?
Artikel ini sudah berlangsung hampir 1 halaman Word dan saya harap Anda sekarang lebih skeptis terhadap setiap analisa fundamental yang Anda terima dari broker Anda. Bukan karena Anda dicurangi, tidak. They just don’t know any better. Sebuah analisa dibatasi oleh tools dan framework yang bisa diakses dan keterampilan kita menggunakannya. 
Materi sekolah bisnis dan pelatihan-pelatihan pasar modal di Indonesia yang sejauh ini saya alami sendiri tidak mempersiapkannya dengan baik. Secara adil, metode valuasi populer yang pasti diajakarkan di pelatihan formal adalah Discounted Free Cash Flow. Metode itu memberikan hasil yang tepat, tapi tidak mampu memberi insight. Untuk alasan itu, metode Free Cash Flow akan betul-betul kesulitan menjawab pertanyaan kedua dan ketiga (sebetulnya semuanya) dari apa yang akan saya sebutkan sebentar lagi. Satu-satunya cara dimana Free Cash Flow bisa memberi insight adalah dengan membongkar key drivers menjadi 2 komponen utama: Sales growth dan ROIC yang dipelopori dan dikupas oleh McKinsey. Sayangnya, saya tidak pernah melihat satupun riset fundamental saham Indonesia dari lembaga sekuritas yang bekerja dengan framework tersebut, dan tidak heran kalau saya menemukan proyeksi yang mereka berikan tidak realistis dan bahkan keseringan membuat saya tidak mengerti bagaimana bisa mereka bisa mendapatkan nilai valuasi setinggi itu dengan proyeksi yang mereka berikan.
Sekarang, tanpa menunda lagi, inilah 3 pertanyaan terpenting di dalam analisa fundamental yang menurut saya harus bisa dijawab untuk memberikan jawaban solid mengapa suatu saham menarik di harga sekarang:
1.       Bagaimana kemampuan perusahaan menciptakan kue perusahaan (value) saat ini?

2.  Pertanyaan kedua berantai. Berpatokan dari jawaban no.1, bagaimana seharusnya nilai market perusahaan itu dengan asumsi perusahaan itu mampu menjaga kemampuannya menghasilkan value seperti yang sudah dilakukannya? Bagaimana dengan nilai di market sekarang? Apakah berbeda? Apa kira-kira asumsi market terhadap kemampuan perusahaan menciptakan value di masa depan? Lebih optimis atau pesimis relatif terhadap kemampuan nyata terakhir?
3.  Dari jawaban pertanyaan kedua, apa yang membuat pandangan Anda berbeda dengan market?
3 pertanyaan ini adalah versi detail So What saya. Tapi jauh lebih spesifik dan berguna dalam riset. Pertanyaan ketiga adalah goal jawaban Anda. Tapi pertanyaan ketiga tidak akan mampu Anda jawab dengan memuaskan bila pertanyaan pertama dan kedua tidak bisa dijawab. Singkat kata, siapapun yang mampu menjawab 3 pertanyaan di atas memiliki perspektif yang bisa didukung dengan angka dan mengerti implikasinya secara jelas. 
Salah satu kunci untuk bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan tadi adalah mengetahui bagaiman mengukur kue perusahaan (value) dari waktu ke waktu secara konsisten. Untuk yang mengerti Corporate Finance atau pernah belajar di sekolah bisnis, yang value yang saya maksud adalah NPV (Net Present Value). EVA dengan NPV mempunyai hubungan yang istimewa sehingga YMS reader yang baru kali ini mendengar NPV bisa ambil kata saya: ganti kata kue perusahaan dengan EVA. Dalam dunia investasi, hanya 3 pertanyaan itu yang perlu dijawab dan seharusnya menjadi fokus dalam analisa fundamental. Lagipula, bukankah point dari analisa fundamental adalah untuk selangkah lebih maju dari investor lainnya?

Now you know better.

Comments

Popular posts from this blog

Technical Analysis (Wyckoff & Elliott Wave) On BWPT & AALI

BWPT You will likely find these contracting trendline to be very important. Elliott Wave practitioners know the significance of this chart by looking at the possible wedge formation. AALI The expected test of supply came in bar 2 after we saw supply entered in bar 1. Bar 3 suggests that the test was successful. I expect to see an increased in volume when the market exceeds the top of bar 1 to confirm that the buying from May 25 is genuine. Unsurprisingly, analysis in BWPT also suggests an important play is coming shortly.

Apa Itu EVA (Economic Value Added) / Economic Profit

Secara gamblang, kita tahu kalau tujuan utama perusahaan adalah membuat profit. Tapi apa itu profit? Pertanyaan tadi mungkin mengherankan Anda. Bukankah profit adalah sesuatu yang jelas? Kenyataan seringkali lebih rumit dari yang kita bayangkan. Profit perusahaan yang sering Anda dengar dan baca, dan yang ada di laporan keuangan perusahaan, disebut Net Income, atau Accounting profit. Anda mungkin terkejut kalau bahkan top management tidak mempercayai Net Income sebagai profit. Ada yang lebih setuju mendefinisikan profit sebagai EBIT (Earning before interest and taxes), EBITDA (EBIT before depreciation), atau free cash flow, dan itu juga paling maksimal hanya dipercaya sebagai aturan jempol saja. Saya serius. Dunia bisnis mempunyai banyak jargon, tapi sulit sekali mencari konsensus definisi profit. Padahal membuat profit adalah goal esensial dari bisnis. Accounting, selagi esensial, juga menjadi sumber utama kesalahpahaman dan bad logic.  Di artikel introduksi ini, saya akan memb

Illusions of Acquisition Value

Continued fromPart 1: How to Calculate Acquisition Value Saya kurang tahu mengenai PGAS, dan bukan maksud saya di tulisan ini untuk menilai apakah value addition sekitar Rp 9 T dari manajemen masuk akal atau tidak. Tapi saya ingin memberi sedikit perspektif mengenai konsep franchise value. Franchise value tercipta karena Pertagas ada di tangan manajemen yang lebih baik. Tangan yang lebih baik. Banyak analis yang memberi outlook optimis dari akuisisi dengan alasan kalau akuisisi membuat sales buyer menjadi lebih besar karena pipeline PGAS menjadi lebih panjang dengan ditambahnya pipeline milik Pertagas. Tapi pipeline Pertagas sudah masuk ke dalam harga beli Rp 16,6 T yang dibayar oleh investor PGAS. Jadi bagaimana bisa hanya mengoperasikan pipeline milik Pertagas, yang mana PGAS bayar dengan premium, bisa memperkaya investor PGAS? Beda ceritanya kalau ceritanya pipeline tersebut tidak perlu dioperasikan oleh karyawan Pertagas lagi, cukup oleh karyawan PGAS tanpa penambahan jumlah