Tidak bisa
dipungkiri kalau lebih banyak orang lebih condong ingin menerima analisa
fundamental daripada analisa teknikal. Saya sendiri termasuk ke dalam salah
satunya, terutama ketika saya melihat potensi yang sangat besar di suatu saham.
Lebih penting lagi, sekarang saya yakin kalau EVA (fundamental) dan Elliott
Wave (teknikal) bisa disatukan sehingga memberi perspektif paling memuaskan
bagaimana market sesungguhnya bekerja dalam jangka panjang. Topik gagasan
perpaduan Elliott Wave dan EVA akan saya bahas di lain kesempatan.
Balik ke topik
fundamental. Ada satu pertanyaan yang terus terngiang di dalam kepala saya
ketika saya melakukan dan membaca analisa fundamental: “So what?” Pertanyaan
ini pertama kali dikeluarkan oleh dosen kuliah saya ketika saya
mempresentasikan analisa fundamental suatu perusahaan dan dikeluarkan kedua
kalinya oleh atasan saya ketika saya membuat analisa mendetail mengenai efek
proyek turnkey yang diambil WSBP. Perasaan saya bercampur aduk menulis artikel
ini. Pertanyaan So What sangat mendorong saya untuk mencari, menggali lebih
dalam dunia valuasi yang akhirnya mengantar saya ke EVA. Untuk itu, saya
bersyukur. Di lain sisi, pertanyaan ini kelihatan begitu sederhana dan begitu
jelas, tapi begitu sulit dijawab. No kidding. Hanya analyst yang tebal muka
saja yang bisa memberi jawaban dengan raut muka tanpa keraguan. Saya bisa
berkata hal ini dengan keyakinan tinggi: Metode valuasi populer yang dipegang
oleh mayoritas analyst (Indonesia setidaknya), tidak mampu mengaitkan strategi
yang ditempuh perusahaan dengan nilai perusahaan di market, dan sebagai
konsekuensinya, tidak akan mampu menjawab pertanyaan So What. Yang penting
dapat cerita, angka perkara belakangan.
Cukup menyedihkan
melihat ‘riset’ dimana angka-angkanya bahkan sesungguhnya tidak dihiraukan oleh
analyst yang membuatnya. Inilah mengapa dunia Corporate dan dunia Pasar Modal
seperti anggota badan dari tubuh yang berbeda. Wall Street tidak mengerti Main
Street, dan Main Street tidak mengerti Wall Street. Seberapa sering Anda
mendengar seorang analyst berkata “Earning perusahaan X melebihi ekspektasi
kami” untuk menjelaskan mengapa suatu saham naik atau akan naik? That is
complete nonsense. Di dalam waktu kejujuran mereka, Anda bisa yakin kalau
merekapun tidak percaya itu. Setidaknya saya pernah melakukannya karena membuat
pekerjaan menjadi jauh lebih mudah dan hey...mudah masuk berita dan dicerna
masyarakat.
Sebelumnya,
mungkin ada pembaca YMS yang bingung dengan kata valuasi. Bukankah kita bicara
tentang fundamental? Inilah penjelasannya: Valuasi berbicara tentang nilai
perusahaan, selagi fundamental bisa memiliki banyak arti selama terkait dengan
perusahaan yang bersangkutan. Jadi analisa fundamental yang tanpa bisa
mengaitkannya dengan valuasi (nilai perusahaan) akan mendapat pertanyaan So
What?
Artikel ini sudah
berlangsung hampir 1 halaman Word dan saya harap Anda sekarang lebih skeptis terhadap
setiap analisa fundamental yang Anda terima dari broker Anda. Bukan karena Anda
dicurangi, tidak. They just don’t know any better. Sebuah analisa dibatasi oleh
tools dan framework yang bisa diakses dan keterampilan kita menggunakannya.
Materi
sekolah bisnis dan pelatihan-pelatihan pasar modal di Indonesia yang sejauh ini
saya alami sendiri tidak mempersiapkannya dengan baik. Secara adil, metode
valuasi populer yang pasti diajakarkan di pelatihan formal adalah Discounted
Free Cash Flow. Metode itu memberikan hasil yang tepat, tapi tidak mampu
memberi insight. Untuk alasan itu, metode Free Cash Flow akan betul-betul
kesulitan menjawab pertanyaan kedua dan ketiga (sebetulnya semuanya) dari apa
yang akan saya sebutkan sebentar lagi. Satu-satunya cara dimana Free Cash Flow
bisa memberi insight adalah dengan membongkar key drivers menjadi 2 komponen
utama: Sales growth dan ROIC yang dipelopori dan dikupas oleh McKinsey.
Sayangnya, saya tidak pernah melihat satupun riset fundamental saham Indonesia
dari lembaga sekuritas yang bekerja dengan framework tersebut, dan tidak heran
kalau saya menemukan proyeksi yang mereka berikan tidak realistis dan bahkan
keseringan membuat saya tidak mengerti bagaimana bisa mereka bisa mendapatkan
nilai valuasi setinggi itu dengan proyeksi yang mereka berikan.
Sekarang, tanpa
menunda lagi, inilah 3 pertanyaan terpenting di dalam analisa fundamental yang
menurut saya harus bisa dijawab untuk memberikan jawaban solid mengapa suatu
saham menarik di harga sekarang:
1.
Bagaimana
kemampuan perusahaan menciptakan kue perusahaan (value) saat ini?
2. Pertanyaan
kedua berantai. Berpatokan dari jawaban no.1, bagaimana seharusnya nilai market
perusahaan itu dengan asumsi perusahaan itu mampu menjaga kemampuannya
menghasilkan value seperti yang sudah dilakukannya? Bagaimana dengan nilai di
market sekarang? Apakah berbeda? Apa kira-kira asumsi market terhadap kemampuan
perusahaan menciptakan value di masa depan? Lebih optimis atau pesimis relatif
terhadap kemampuan nyata terakhir?
3. Dari
jawaban pertanyaan kedua, apa yang membuat pandangan Anda berbeda dengan
market?
3 pertanyaan ini
adalah versi detail So What saya. Tapi jauh lebih spesifik dan berguna dalam
riset. Pertanyaan ketiga adalah goal jawaban Anda. Tapi pertanyaan ketiga tidak
akan mampu Anda jawab dengan memuaskan bila pertanyaan pertama dan kedua tidak
bisa dijawab. Singkat kata, siapapun yang mampu menjawab 3 pertanyaan di atas
memiliki perspektif yang bisa didukung dengan angka dan mengerti implikasinya
secara jelas.
Salah satu kunci untuk bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan tadi
adalah mengetahui bagaiman mengukur kue perusahaan (value) dari waktu ke waktu
secara konsisten. Untuk yang mengerti Corporate Finance atau pernah belajar di
sekolah bisnis, yang value yang saya maksud adalah NPV (Net Present Value). EVA
dengan NPV mempunyai hubungan yang istimewa sehingga YMS reader yang baru kali
ini mendengar NPV bisa ambil kata saya: ganti kata kue perusahaan dengan EVA. Dalam
dunia investasi, hanya 3 pertanyaan itu yang perlu dijawab dan seharusnya
menjadi fokus dalam analisa fundamental. Lagipula, bukankah point dari analisa
fundamental adalah untuk selangkah lebih maju dari investor lainnya?
Now you know
better.
Comments
Post a Comment