Skip to main content

ANALYZING CAPEX PLAN: NOTES ON BWPT...AND SOME RANTS (PART 1)

Seringkali kita mengikuti berita perusahaan tertentu karena kita yakin harga saham perusahaan digerakan oleh berita. Menurut saya, kepercayaan itu malah mengantar investor ke habit yang justru membahayakan keberlangsungan portfolionya. Ada dua alasan praktis mengapa demikian. Pertama: kepercayaan seperti itu cenderung membuat investor ingin memiliki informasi insider. Itu ilegal dan malah bisa membuat Anda menjadi skeptis kumat ketika tidak bisa mendapat informasi insider. Sebaliknya, saya percaya investor bisa menggunakan informasi publik dan bahkan bisa ketinggalan berita tapi bisa tetap meraih keuntungan selama ia memiliki perspektif yang baik mengenai kondisi perusahaan dalam menciptakan nilai lebih untuk investor DAN ekspektasi yang terkandung di dalam harga saham. Kedua, alasan yang lebih praktis. Kalau berbicara jujur, seberapa sering kita bertanya-tanya implikasi dari berita yang kita ikuti terhadap harga saham? Right?

Faktanya, banyak berita yang bahkan mencoba menggiring kita untuk mengikuti opini si reporter. Fakta dan opini harus bisa kita pilah bila tidak ingin digiring dan pemikiran yang jernih diperlukan untuk membuat opini independen yang bisa dipertanggung jawabkan. Sayangnya, pemikiran yang jernih bukan hal yang mudah ditemukan ketika menyangkut saham.

Salah satu berita yang dianggap penting tapi seringkali tidak mudah dipahami implikasinya adalah menyangkut capex (investasi aset tetap). Di investor meeting kemarin, manajemen BWPT mengungkapkan rencana untuk mengeluarkan IDR 400 M tahun ini dalam rangka membangun 1 pabrik di Kalimantan dan menyelesaikan 1 pabrik lagi di Papua untuk total 5 pabrik baru selama 5 tahun mendatang. Langkah ini dilakukan agar panen sawit yang diperkirakan akan meningkat di tahun-tahun mendatang bisa dimanfaatkan. Sepertinya berita yang bagus untuk BWPT. Tapi let’s get down to business. Selama saya menjadi analis di perusahaan sekuritas, report-report analis lain membanjiri layar komputer saya. Namun, saya tidak pernah sekalipun mendapati rencana Capex perusahaan-perusahaan dinilai negatif. That can’t be right. Capex adalah investasi dan tidak semua investasi itu telur emas. Tapi kenyataannya, ketika investasi ini diberi label capex, analis dan media langsung memandangnya sebagai telur emas.

Jadi bagaimana seharusnya menganalisa Capex? Saya merekomendasikan agar investor memisahakan dan mencoba menjawab dua pertanyaan berikut ini:

1.       Apakah uang yang keluar untuk investasi tambahan bisa ditutupi dengan uang yang masuk dari pendapatan tambahan dari investasi tersebut?

2.      Apakah keputusan investasi tersebut merupakan keputusan yang terbaik untuk shareholders setelah mempertimbangkan trade-offs?

Dari kedua pertanyaan tersebut, pertanyaan pertama lebih mendesak untuk investor, karena apabila manajemen melakukan investasi yang lebih besar pasak daripada tiang, hal itu jelas merugikan investor. Dalam bahasa teknis finance, manajemen harus memilih investasi yang memiliki nilai NPV positif agar menambah kekayaan perusahaan. Apabila investasi tersebut memliki nilai NPV negatif, maka manajemen justru menghancurkan nilai perusahaan. Makes sense. Semua lulusan bidang finance seharusnya juga mengerti hal itu. Tapi ini real world. Dalam real world, informasi yang kita dapat sebagai pihak eksternal harus bergantung pada angka yang disediakan akuntan, dan akuntan memiliki dunianya sendiri. Akibatnya, kebanyakan orang hanya menyimpan prinsip timeless tersebut ke jok belakang karena menganggap prinsip tersebut hanya bisa diberlakukan oleh pihak internal. Saya tidak setuju. Sebagai investor, kita bisa melakukan perhitungan sederhana untuk menilai apakah investasi tersebut menciptakan nilai atau tidak. Bahkan lebih lanjut, analisa tersebut juga akan membimbing kita untuk menilai pengaruhnya ke harga saham. Bagaimana caranya? Mulai dengan EVA.

Dalam dunia EVA, harga saham bisa naik karena value perusahaan naik dan/atau diekspektasikan untuk naik. True to its name, economic added value, perusahaan yang berhasil menciptakan EVA menambah value perusahaan mereka. Sebagai bonus, dan ini bagian penting untuk investor, apabila manajemen berhasil meningkatkan EVA mereka atau dinilai demikian, seringkali investor ikut menaikan ekspekasi mereka terhadap potensi value yang bisa diciptakan oleh perusahaan dan. Point pentingnya sederhana: EVA naik, harga saham juga naik. EVA adalah satu-satunya short-term measure yang menjembatani long-term measure harga saham. Dalam artikel sebelumnya, saya telah menunjukkan ketika manajemen BWPT berhasil meningkatkan EVA, nilai sahamnya juga ikut naik. Sebaliknya, ketika EVA dirusak, harga saham juga ikut anjlok.

Perhitungan EVA juga intuitif. Economic value diciptakan apabila pendapatan perusahaan bisa menutupi biaya operasional dan modalnya. Lebih lanjut, kalau pendapatan tambahan (additional revenue) bisa melebihi biaya tambahan (additional operational and capital charge), maka perusahaan dijamin akan meningkatkan EVA dari periode sebelumnya. Mari kita langsung menuju ke BWPT.

Manajemen BWPT berencana mengeluarkan IDR 400 M sebagai Capex. Dengan charge sebesar 11,5% (anggap saja suku bunga pinjam plus plus), maka rencana Capex tersebut memiliki biaya yang harus ditutupi sebesar IDR 45 M. Sekarang kita bisa melangkah lebih lanjut dan bertanya, “ Pendapatan tambahan BWPT harus berapa besar untuk bisa menutupi tambahan biaya modal IDR 45M?” Jawabannya jelas lebih dari IDR 45M. Easy, right? Dengan asumsi kalau biaya operasional memakan 89% dari pendapatan seperti tahun lalu, berarti BWPT harus bisa mendapatkan tambahan pendapatan lebih dari IDR 500M di tahun ini atau lebih dari IDR 3,49 T pendapatan total di tahun ini untuk bisa mengangkat EVA mereka.

Side Note 1: Sebenarnya, 400 M belum menjadi investasi total yang perlu dicover. Perusahaan tidak hanya mengeluarkan investasi untuk aset tetap (Capex), tapi juga untuk modal kerja (seperti piutang dan utang ke supplier) yang keduanya memerlukan sumber dana dari investor. Definisi Capex juga bisa berbeda untuk tiap perusahaan dan tidak jarang sulit untuk menghubungkan angka yang diberikan manajemen dengan angka yang disajikan akuntan di laporan keuangan sehingga membuat analisa lebih kompleks. Tapi biasanya investasi untuk modal kerja jauh lebih sedikit dari Capex, bahkan bisa negatif kalau kredit dari supplier banyak. 

Pertanyaannya sekarang, apakah itu mungkin? Pendapatan tahun lalu sebesar IDR 2,9 T. Kata manajemen bisa. Tapi saya skeptis. Saya bisa menelaah lebih lanjut ke angka operasional. Dengan berasumsi harga CPO dan CPO extraction rate sama seperti tahun lalu, panen buah sawit harus tumbuh 20% dari tahun lalu menjadi 1,64 juta ton buah sawit dari 1,36 juta ton tahun lalu. Achievable? I think so.

Side Note 2: Perubahan harga CPO memiliki dua dampak besar ke BWPT. Pertama, pertumbuhan penjualan. Kedua, margin. EVA memiliki dua key drivers: growth dan ROIC. Dua-duanya terkena imbasnya. Double whammo!

Figure 1
 

Figure 2
 


Produksi CPO bergantung pada dua hal: umur plantasi dan curah hujan. Dari sisi umur, BWPT sedang berada di atas angin dengan hampir seluruh pohon mencapai umur ke 9 yang berarti ranum dan akan berlangsung untuk setidaknya 9 tahun ke depan.

Curah hujan memiliki pola: meningkat dari bulan Jan-Mar, menurun dari Mar-Aug, dan meningkat kembali hingga akhir tahun. Pola peningkatan produksi di akhir-akhir tahun paling konsisten dari tahun ke tahun. Artinya, kita bisa mengharapkan produksi buah sawit melambat sedikit di musim kemarau ini dan kembali meningkat tajam setelah bulan Agustus. Setelah produksi payah di bulan Januari tahun ini, produksi buah mulai sejalan dengan tema ranum besar-besaran tahun ini: Dari 64.000 ton buah sawit di Januari menjadi 160.000 ton buah sawit di bulan Mei. Dengan kecenderungan curah hujan membawa berkah di akhir tahun, saya pikir produksi BWPT bisa dengan mudah melampaui 1,8 juta ton: melampaui target break even EVA dan target manajemen. Produksi CPO juga mengalami pergerakan yang sama seperti buahnya yang berarti manajemen bisa mempertahankan CPO extraction rate sesuai dengan janjinya, stabil di 23%. Figure 1 dan 2 memberikan data yang kita perlukan dalam analisa ini.   

Perspektif lain bisa dilihat dari produktivitas lahan, diukur dari pendapatan per hektar. Dengan menambah 300 ton buah sawit di tahun ini, kapasitas produksi efektif (ton buah sawit / Hektar) meningkat 20% dan akan menyumbang dua kali lipat untuk pertumbuhan produktivitas lahan di tahun ini dari tahun sebelumnya. Lihat Table di bawah untuk breakdown pertumbuhan pendapatan per hektar. Tanpa ada rencana untuk memperluas lahan, pertumbuhan penjualan BWPT akan ditentukan oleh rasio ini.
 


2015
2016
2017
2018 E
Sales IDR/Ha
             19,3
                18,1
             22,7
             27,2
growth %
                0,4
                (0,1)
                0,3
                0,2





Productivity Breakdown




Effective production capacity (ton/Ha)
                3,0
                  2,6
                2,8
                3,4
growth %
                0,7
                (0,1)
                0,1
                0,2
Effective price (IDR/ton)
                6,5
                  6,9
                8,0
                8,0
growth %
             (0,2)
                  0,1
                0,1
             (0,0)
 
Saya yakin, seperti yang telah saya tunjukkan di artikel sebelumnya, kalau BWPT dapat meningkatkan EVA, harga sahamnya juga akan mengikuti.Tapi perlu saya garis bawahi, ini berlaku kalau tidak ada kejadian spektakular yang betul-betul mengguncang confidence investor. Jangan lupa kalau harga saham BWPT ditopang oleh ekspektasi investor kalau suatu saat BWPT bisa menghasilkan EVA positif. Sesuatu yang belum pernah dicapai manajemen, namun kita bisa, secara rasional, mengharapkan peningkatan EVA di tahun ini, dan hopefully, ekspektasi investor bisa kembali lagi.

Tanpa adanya satu angka yang dapat merangkul banyaknya kompleksitas seperti EVA (dan saya yakin hingga saat ini, hanya EVA yang bisa), analisis seperti ini sangat mudah menjadi ruwet tanpa jelas kaitannya satu ke yang lain, bahkan untuk analyst berpengalaman sekalipun. Kaca mata EVA jelas membantu melihat secara jernih di tengah-tengah kabut dalam hutan yang adalah rimba financial. Lagipula, tanpa menjalankan beberapa angka, bagaimana kita bisa tahu apakah suatu investasi memiliki dampak yang baik untuk shareholders? Tanpa ada angka yang bisa kita percaya, bagaimana kita bisa berpikir jernih di tengah rimba finansial?
 

Comments

Popular posts from this blog

Technical Analysis (Wyckoff & Elliott Wave) On BWPT & AALI

BWPT You will likely find these contracting trendline to be very important. Elliott Wave practitioners know the significance of this chart by looking at the possible wedge formation. AALI The expected test of supply came in bar 2 after we saw supply entered in bar 1. Bar 3 suggests that the test was successful. I expect to see an increased in volume when the market exceeds the top of bar 1 to confirm that the buying from May 25 is genuine. Unsurprisingly, analysis in BWPT also suggests an important play is coming shortly.

Apa Itu EVA (Economic Value Added) / Economic Profit

Secara gamblang, kita tahu kalau tujuan utama perusahaan adalah membuat profit. Tapi apa itu profit? Pertanyaan tadi mungkin mengherankan Anda. Bukankah profit adalah sesuatu yang jelas? Kenyataan seringkali lebih rumit dari yang kita bayangkan. Profit perusahaan yang sering Anda dengar dan baca, dan yang ada di laporan keuangan perusahaan, disebut Net Income, atau Accounting profit. Anda mungkin terkejut kalau bahkan top management tidak mempercayai Net Income sebagai profit. Ada yang lebih setuju mendefinisikan profit sebagai EBIT (Earning before interest and taxes), EBITDA (EBIT before depreciation), atau free cash flow, dan itu juga paling maksimal hanya dipercaya sebagai aturan jempol saja. Saya serius. Dunia bisnis mempunyai banyak jargon, tapi sulit sekali mencari konsensus definisi profit. Padahal membuat profit adalah goal esensial dari bisnis. Accounting, selagi esensial, juga menjadi sumber utama kesalahpahaman dan bad logic.  Di artikel introduksi ini, saya akan memb

Illusions of Acquisition Value

Continued fromPart 1: How to Calculate Acquisition Value Saya kurang tahu mengenai PGAS, dan bukan maksud saya di tulisan ini untuk menilai apakah value addition sekitar Rp 9 T dari manajemen masuk akal atau tidak. Tapi saya ingin memberi sedikit perspektif mengenai konsep franchise value. Franchise value tercipta karena Pertagas ada di tangan manajemen yang lebih baik. Tangan yang lebih baik. Banyak analis yang memberi outlook optimis dari akuisisi dengan alasan kalau akuisisi membuat sales buyer menjadi lebih besar karena pipeline PGAS menjadi lebih panjang dengan ditambahnya pipeline milik Pertagas. Tapi pipeline Pertagas sudah masuk ke dalam harga beli Rp 16,6 T yang dibayar oleh investor PGAS. Jadi bagaimana bisa hanya mengoperasikan pipeline milik Pertagas, yang mana PGAS bayar dengan premium, bisa memperkaya investor PGAS? Beda ceritanya kalau ceritanya pipeline tersebut tidak perlu dioperasikan oleh karyawan Pertagas lagi, cukup oleh karyawan PGAS tanpa penambahan jumlah