Skip to main content

Palm Oi (BWPT): DMO Ain't Gonna Cut It


Media saat ini gencar memporomosikan peraturan baru Jokowi yang menekankan pemanfaatan CPO sebagai biodiesel (B20). Kalau jadi terlaksana, sebagian kendaraan berat perusahaan harus memakai biodiesel. Sepintas, peraturan ini terlihat manis: Demand CPO domestik meningkat dan ramah lingkungan lagi. Di surat kabar, tampak kalangan analis juga antusias terhadap kebijakan ini. Saya memiliki pendapat lain. 

Kenyataannya, harga CPO lebih mahal dari minyak bumi. Harga minyak bumi sekitar USD 70/barel. Harga CPO USD 540/ton. Kira-kira 7 barel beratnya 1 ton, jadi minyak bumi sekitar USD 490/ton. Ini dengan harga CPO yang murah saat ini. Sebastian Sharpe, IR BWPT, menunjukkan kalau harga rata-rata CPO dalam 10 tahun terakhir sebesar USD 800/ton, sedangan minyak bumi hanya USD 500/ton. CPO mahal, minyak bumi lebih murah..banyak.

Pertanyaan terpenting kalau pemerintah lanjut menggalakan aturan yang tidak ekonomis ini adalah: Siapa yang menanggung rugi? Pemerintah, pemilik transport, produsen CPO, atau konsumer? Karena alasan politik yang berjudul budget defisit dan inflasi, maka kemungkinan yang lebih besar adalah pemilik transport dan produsen CPO. Dalam skema DMO, produsen CPO sangat mungkin dibatasi harga jualnya, walaupun seandainya harga CPO dunia naik. Kalaupun ditaati, saya pikir hanya sedikit yang (terpaksa) mengikutinya.

Kalaupun ada dampak, DMO bukan perkembangan yang positif bagi perusahaan sawit. Tapi pengaruhnya minim dibanding dengan arus besar yang saat ini melanda BWPT. Perkebunan sawit BWPT yang siap panen di tahun ini sudah hampir 100%. Besarnya panen lebih besar dari dugaan saya, sampai-sampai manajemen BWPT akan membuat 5 pabrik tambahan. Seperti yang sudah saya tulis di artikel sebelumnya, langkah ini baru masuk akal kalau panen buah sawit bisa meningkat 20% tiap tahunnya selama 5 tahun ke depan. Saya pikir pertumbuhan 20% sudah tinggi, tapi ternyata kita akan menyaksikan pertumbuhan di atas itu, setidaknya di tahun ini. 

Lantas, apa pengaruhnya kalau panen bertumbuh di atas 20%? Singkatnya, panen perlu bertumbuh setidaknya 20% agar investasi pabrik (CapEx) IDR 400M bisa mengkompensasi investor. Investasi pabrik dengan demikian hanya break-even: tidak menguntungkan ataupun merugikan investor. EVA (Economic Value Added) = 0, yang mana sama saja dengan NPV (Net Present Value) = 0.  Kalau pertumbuhan panen buah sawit di atas 20%, maka keuntungan melebihi biaya investasi. Manajemen berhasil meningkatkan kekayaan bagi investor yang ditunjukan dengan peningkatan EVA, dan harga saham akan menyesuaikan diri dengan realita tersebut. 

Ditambah lagi dengan potensi kenaikan harga CPO dunia. Bukan karena DMO Indonesia, tapi karena berkurangnya oversupply CPO yang ditandai dengan berkurangnya persediaan CPO oleh produsen CPO no.1 dunia: Malaysia. Tentunya kabar kalau China akan meningkatkan impor CPO terdengar indah di telinga investor sawit. Lagipula, pertumbuhan panen biji sawit di atas 20% harus bisa dijual agar bisa menciptakan nilai untuk shareholders. 

Sekarang saya mendengar, Aha..bukankah itu gunanya DMO? Memberikan demand?? Kurang tepat.Betul, kalau harga CPO kemudian jatuh karena demand berkurang, DMO akan menjadi buffer. Tapi apa jadinya kalau harga CPO naik atau stabil?

Beberapa orang bisa berargumen kalau dampak DMO tetap positif...toh margin yang dikorbankan dikompensasi dengan pertumbuhan penjualan sehingga efek keseluruhannya tetap positif untuk perusahaan sawit. Ini pandangan keliru. BWPT adalah perusahaan yang masih berupaya untuk break-even di ROIC (Return on Invested Capital). Ini adalah jenis perusahaan yang mendapat keuntungan lebih besar dengan mengorbankan pertumbuhan demi margin (yang kemudian bermuara ke EVA yang lebih besar dengan trade-off ini). Berbeda kontras dengan perusahaan ber-ROIC tinggi seperti Unilever, dimana pertumbuhan lebih esensial daripada ROIC untuk membuat investor lebih kaya.

Bahkan, di artikel sebelumnya, saya mengeluhkan keputusan manajemen dalam membangun 5 pabrik pengolahan sawit karena hal ini hanya akan menambah beban biaya aset dimana modal investor tertanam dan harus dikompensasi...suatu hal yang BWPT belum mampu lakukan.Tapi lucunya, kalau harga CPO naik, banyak hal yang bisa dimaafkan. Bahkan investasi kelima pabrik tersebut bisa-bisa akan dikenang sebagai investasi strategis.

Kalau harga CPO naik di saat pabrik baru mulai beroperasi, pabrik baru tersebut akan memiliki return on capital yang lebih tinggi dari pabrik sebelumnya. Investasi tambahan di pabrik baru akan menghasilkan kenaikan EVA. NPV positif. Ini mirip dengan keputusan perusahaan manufaktur yang membuat pabrik baru dengan biaya yang mirip dengan pabrik sebelumnya, tapi barang yang dihasilkan bisa dijual di pasar dengan harga yang lebih tinggi. Hanya saja, dalam kasus ini produknya sama saja, tapi harganya naik karena market berkata demikian. Tapi inilah keuntungan bisnis yang menjual komoditas.

Related Articles:

Comments

Popular posts from this blog

Illusions of Acquisition Value

Continued fromPart 1: How to Calculate Acquisition Value Saya kurang tahu mengenai PGAS, dan bukan maksud saya di tulisan ini untuk menilai apakah value addition sekitar Rp 9 T dari manajemen masuk akal atau tidak. Tapi saya ingin memberi sedikit perspektif mengenai konsep franchise value. Franchise value tercipta karena Pertagas ada di tangan manajemen yang lebih baik. Tangan yang lebih baik. Banyak analis yang memberi outlook optimis dari akuisisi dengan alasan kalau akuisisi membuat sales buyer menjadi lebih besar karena pipeline PGAS menjadi lebih panjang dengan ditambahnya pipeline milik Pertagas. Tapi pipeline Pertagas sudah masuk ke dalam harga beli Rp 16,6 T yang dibayar oleh investor PGAS. Jadi bagaimana bisa hanya mengoperasikan pipeline milik Pertagas, yang mana PGAS bayar dengan premium, bisa memperkaya investor PGAS? Beda ceritanya kalau ceritanya pipeline tersebut tidak perlu dioperasikan oleh karyawan Pertagas lagi, cukup oleh karyawan PGAS tanpa penambahan jumlah...

Technical Analysis (Wyckoff & Elliott Wave) On BWPT & AALI

BWPT You will likely find these contracting trendline to be very important. Elliott Wave practitioners know the significance of this chart by looking at the possible wedge formation. AALI The expected test of supply came in bar 2 after we saw supply entered in bar 1. Bar 3 suggests that the test was successful. I expect to see an increased in volume when the market exceeds the top of bar 1 to confirm that the buying from May 25 is genuine. Unsurprisingly, analysis in BWPT also suggests an important play is coming shortly.

Gain More Understanding With Sensitivity Analysis: BWPT Case

As far as I’m concerned, building a financial model serves two major purposes: 1.        To reverse-engineer share price to get shareholders’ expectation 2.        Finding important factors that affect a company’s value Unfortunately, without a framework that could clearly link performance measurement with value, building a financial model would lack insights in serving those two big purposes. It could easily fall into an exercise just for the sake of formality. A good model gives valuable insights. Generally speaking, I have found that a model that serves the first point (reverse-engineer) is more useful for investing purposes. It may surprise you, but finding implied shareholders’ expectation is possible without making our own future projections. After all, shareholders’ already done that job for us. Read my other articles for this topic. In some specific situations however, namely a concerning negative EVA...